RAGAM LOMBOK - Pengurus Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (MN KAHMI) periode 2022-2027 asal NTB, Dr. Abdul Hayyi Akrom, M.Pd, menyatakan keprihatinannya atas pemberitaan media yang dinilai tendensius terhadap Tuan Guru Bajang (TGB). Dalam pernyataannya kepada media, Dr. Hayyi Akrom, yang juga mantan Ketua PB HMI Bidang Pendidikan, menilai bahwa penggunaan istilah-istilah tertentu dalam pemberitaan media mainstream dinilai merugikan reputasi TGB sebagai tokoh nasional asal NTB.
Dr. Hayyi Akrom mencontohkan penggunaan kata "kabur" dalam beberapa judul berita yang dinilai tidak sesuai dengan fakta dan karakter TGB. Menurutnya, kata "kabur" memiliki konotasi negatif dan dapat menyesatkan pemahaman publik.
"Pemahaman publik terhadap kata 'kabur' adalah meninggalkan tempat tanpa sepengetahuan siapa pun, termasuk tuan rumah. Ini jelas keliru dan tidak menggambarkan sikap TGB," ujarnya.
Selain itu, Dr. Hayyi juga menyoroti penggunaan kata "diperiksa" dalam pemberitaan yang seharusnya ditulis secara lengkap, seperti "dipanggil sebagai saksi". Ia menekankan pentingnya media untuk mengedepankan asas praduga tidak bersalah dalam setiap pemberitaan, terutama ketika menyangkut figur publik seperti TGB. "Judul berita seharusnya ditulis lengkap berdasarkan posisi dan status seseorang yang diberitakan, misalnya sebagai saksi, agar tidak menyesatkan pemahaman publik," tegasnya.
Lebih lanjut, Dr. Hayyi Akrom mengungkapkan bahwa pemberitaan yang tidak obyektif dan cenderung sensasional dapat menimbulkan ketersinggungan di kalangan jamaah dan simpatisan TGB. Sebagai tokoh nasional yang memiliki reputasi luar biasa, TGB dinilai telah menjadi korban dari framing media yang tidak bertanggung jawab. "Pemberitaan terhadap seorang figur seperti TGB seharusnya tidak dimanfaatkan hanya untuk mencari kehebohan semata. Media perlu mengedepankan asas praduga tidak bersalah dan menjaga nama baik seseorang," ujar alumnus IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini.
Dr. Hayyi juga mengingatkan bahwa media memiliki peran penting dalam mencerdaskan publik dan menyampaikan informasi yang akurat. Namun, ia menegaskan bahwa aspek kemaslahatan, termasuk menjaga nama baik seseorang, harus menjadi pertimbangan utama dalam setiap pemberitaan. "Muatan judul pemberitaan yang tidak lengkap dan cenderung merugikan perlu dihindari. Masyarakat dari berbagai lapisan akan menerima informasi sesuai dengan kapasitas mereka, dan media harus bertanggung jawab atas setiap informasi yang disebarkan," tambah alumnus IAIN Jember ini.
Dalam kesempatan tersebut, Dr. Hayyi Akrom mengajak berbagai pihak, termasuk media, untuk lebih bijak dalam menyampaikan informasi. Ia berharap agar pemberitaan ke depan dapat lebih mengedepankan prinsip keadilan dan objektivitas, terutama ketika menyangkut figur publik seperti TGB. "Media harus menjadi sarana pencerahan, bukan justru menimbulkan kebingungan dan kerugian bagi pihak yang diberitakan," pungkasnya.
Dengan pernyataan ini, Dr. Hayyi Akrom berharap agar media dapat lebih berhati-hati dalam menyusun judul dan konten berita, serta mengedepankan etika jurnalistik yang bertanggung jawab. Hal ini penting untuk menjaga kepercayaan publik dan menghindari dampak negatif yang tidak perlu terhadap figur-figur publik seperti TGB. (RL)